Lompat ke isi utama

Berita

Maitanur Bicara Solusi Mengurai Benang Kusut yang Menjerat Perempuan dalam Politik dan Pemilu. Apa Solusinya?

Srikandi Bicara

Maitanur saat menjadi salah satu narasumber dalam Kegiatan Bawaslu Republik Indonesia dengan Tema Srikandi Bicara, pada Kamis (12/06/2025) melalui Instagram @bawasluri.

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Maitanur dalam Buku Srikandi Mengawasi menguraikan benang kusut yang menjerat perempuan dalam politik dan juga pemilu. Bagaimana elaborasi dan cara mengurainya dari sisi Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu?

Maitanur, Anggota Panwaslih Provinsi Aceh yang menjadi salah satu narasumber dalam Segmen Srikandi Bicara dari Bawaslu RI menyebukan bahwa terdapat benang kusut yang menjerat perempuan dalam politik dan pemilu. Ketika ditanyakan mengenai solusinya ia lebih lanjut menyampaikan solusi-solusi yang dapat dilakukan oleh Bawaslu bagi partisipasi perempuan dalam pemilu baik sebagai calon anggota legislatif ataupun pemilih.

Melalui live Instagram @bawasluri dengan moderator Regi Renovan pada Kamis (12/06/2025) lalu, Maitanur menyebutkan bahwa benang kusut membutuhkan strategi untuk mengurai hambatan menjadi solusi dan perempuan bangkit kembali untuk mengatasi hambatan baik secara ekonomi, sosial trauma dengan apatis politik, dan hambatan literasi. "Cara untuk mengurai dengan beberapa solusi terbaik yang tidak hanya dilakukan perempuan tetapi harus diafirmasi juga oleh stakeholder, organisasi perempuan, organisasi mitra, dan negara sebagai penanggung jawab kesejahteraan dan memfasilitas pemberdayaan perempuan," ujarnya.

Dari sisi penyelenggara pemilu, solusinya yaitu pertama, bagaimana Bawaslu maksimalkan sosialisasi-sosialisasi dengan stakeholder khususnya yang bergerak dalam isu pemberdayaan perempuan untuk lebih intens lagi. Kedua, kerjasama antar lembaga baik dengan lembaga lokal, komunitas, lembaga pemerintahan, dan kampus sebagai salah satu lembaga yang mengkampanyekan peningkatan kapasitas SDM.

"Ketiga, mengefektifkan atau mengajak lebih aktif lagi kader pengawas partisipatif (SKPP dan P2P) yang sudah mendapatkan pelatihan sebelumnya untuk bantu sosialisasikan kepada masyarakat di level grass-root. Para kader ini berkecimpung langsung dalam masyarakat dan menjadi ‘obor’ untuk memberi motivasi dan membagi ilmu pengetahuan bahwa sebenarnya kaum perempuan wajib hadir sebagai pengambil keputusan terutama untuk memberi rasa keadilan terhadap perempuan dan kelompok-kelompok marjinal sehingga kedepannya perencanaan-perencanaan Pembangunan memiliki keseimbangan, memiliki legitimasi yang kuat dari semua elemen masyarakat," pungkasnya.

"Perempuan-perempuan sendiri harus punya semangat 'Aku Bisa Karena Aku Mau'. Merubah situasi tersebut datangnya dari dalam diri baik sebagai masyarakat atapun calon kandidat untuk berjuang sehingga step-step dari proses pemilu bisa diikuti  dan melibatkan partisipasi perempuan," tegas Maitanur.

Selanjutnya, "Sosialisasi edukasi politik memiliki perenan penting. Sosialisasi edukasi politik ini penting dilakukan tidak hanya untuk penyelenggara tapi juga stakeholder terkait. Kemudian, kolaborasi juga penting baik organisasi kemahasiswaan, paguyuban, partai politik, Yayasan. Bagaimana lembaga tersebut bersinergi di tengah efisiensi anggaran dalam mendukung Upaya peningkatan partisipasi perempuan," imbuhnya.

Menurut Maitanur, kuncinya adalah bagaimana setiap program ada afirmasi, ada unsur sensitivitas gender, bahwa berbicara gender tidak hanya untuk perempuan tetapi juga untuk kemaslahan masyarakat baik di ranah pemilih maupun di ranah leader. Harapannya, jumlah perempuan yang terpilih tetap berkualitas dan tetap mendapat dukungan dari banyak pihak termasuk partai politik.

 

Penulis: Bunga Putri N.