Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Dorong Penguatan Regulasi Pengawasan AI Jelang Pemilu 2029

Lolly AI

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty saat menyampaikan materi dalam Diskusi Media Kepemiluan di Media Center Bawaslu, Jakarta (14/11/2025). Dok: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu RI

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menegaskan pentingnya penguatan regulasi dan kolaborasi multipihak untuk memperkuat pengawasan pemilu berbasis kecerdasan buatan (AI) menjelang Pemilu 2029. Hal itu ia sampaikan dalam Diskusi Media Kepemiluan bertema Antisipasi Perkembangan AI dan Model Pengawasan Digital di Pemilu yang digelar di Media Center Bawaslu, Jumat (14/11/2025).

Pada kesempatan tersebut, Lolly memberikan arahan bahwa perkembangan teknologi bergerak jauh lebih cepat dibanding kerangka hukum yang ada, sehingga pengawas pemilu perlu meningkatkan adaptabilitas dan kapasitas digital.

“Perubahan yang pesat menuntut pengawas pemilu memiliki sistem dan kapasitas yang lebih adaptif. Pengawasan tidak lagi bisa dilakukan secara manual ketika situasi sudah sangat digital,” ujar Lolly.

Lolly menyampaikan bahwa kerja sama dengan platform digital, pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil menjadi kebutuhan mendesak untuk menekan disinformasi, memetakan risiko, dan memperkuat efektivitas pengawasan.

“Kolaborasi lintas pihak memudahkan satu sama lain. Kinerja Bawaslu tidak akan terseok-seok karena tidak bekerja sendirian,” tambahnya.

Ia juga menyoroti meningkatnya ancaman deepfake, yakni rekayasa wajah, suara, dan gambar dengan AI, yang kini semakin mudah dibuat dan sulit dikenali.

“Secanggih apa pun niat pengawasan, jika tidak diimbangi dengan kecakapan, akan menjadikan AI sebagai ladang jebakan,” tegasnya.

Menjawab tantangan itu, Lolly menjelaskan bahwa Bawaslu sedang merumuskan model pengawasan digital berbasis AI yang dapat digunakan untuk pemetaan potensi informasi menyimpang, pengembangan fitur early warning system pada Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), dan deteksi anomali digital yang terkait dengan tahapan pemilu.

“AI dapat memperkuat IKP sebagai sistem peringatan dini. Sangat mungkin pengawasan ke depan menggunakan basis AI,” jelasnya.

Sejalan dengan Lolly, Anggota KPU August Mellaz menilai bahwa kemajuan teknologi dan dinamika masyarakat berjalan lebih cepat dibanding proses hukum.

“Dalam kasus deepfake, publik dapat saja meyakini sesuatu yang keliru sebagai kebenaran. Ke depan harus ada momentum untuk menghadirkan regulasi baru,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Mafindo Septiaji Eko menjelaskan pentingnya teknologi watermarking untuk mendeteksi konten yang dihasilkan AI generatif.

“Watermarking memungkinkan kita membuktikan bahwa sebuah konten dibuat oleh AI. Ini penting agar publik tidak mudah terkecoh manipulasi digital,” katanya.

Sumber: Website Bawaslu RI