BUKAN E-VOTING TETAPI E-REKAP
|
Ai Wildani Sri Aidah, SH.SPd.Ind.M.MPd.-MT.
Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu KBB
Diskusi media ini diselenggarakan Perludem hari Sabtu tanggal 28 Agustus 2021 mulai jam 10.30-12.00 WIB dengan menghadirkan pembicara : Hadar Nafis Gumay (Netgrit), Heroik M.Pratama (Perludem), Dahlia Umar (Netgrit), dan Ihsan Maulana (Kode Inspiratif). Dimoderatori Nurul Amalia (Perludem) dan dihadiri 100 orang partisipan zoom-meeting dan lebih banyak lagi partisipan youtube. Hadar Nafis Gumay memamparkan bahwa ada 3 jenis teknologi yang dapat digunkan dalam pemilihan dan demokrasi yang kita kenal yaitu e-voting, e-counting & e-recap. Model yang pertama yaitu e-voting adalah penggunaan pilihan dengan menggunakan alat digital oleh para pemilih. Sedangkan e-counting adalah penggunaan hak pilih sebagaimana biasa, tetapi kertas pilihan itu dibaca dengan menggunakan teknologi atau aplikasi untuk penghitungan secara digital. Sedangkan e-recap adalah penghitungan digital untuk menghimpun seluruh data hasil pemungutan suara. Teknologi yang dipakai haruslah tepat sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemilihan, bukan tekologi yang paling hebat.
Menurut Hadar Nafis Gumay , pemungutan suara dan penghitungan suara selama ini tidak ada masalah. Semuanya berjalan transparan. Berbeda dengan rekapitulasi suara. Biasanya hasil suara direkap paling cepat 12-30 hari, sehingga diperlukan waktu yang lebih cepat untuk mengetahui hasil akurat. Tidak akan ada ruang yang memungkinkan celah kelemahan yang dapat merusak hasil suara sepanjang waktu menunggu hasil penghitungan suara tersebut. Selama ini proses penghitungan suara di Indonesia sudah mendapatkan pujian banyak negara karena dibukanya transparansi partisipatif, dimana ada koreksi renvoi dari berbagai pihak saat ada kesalahan ditemukan. Tetapi dengan menggunakan alat teknologi maka partisipasi menghitung bareng ini akan hilang, dan kelebihan demokratis pemilu Indonesia mungkin akan hilang. Model-model itu sebenarnya sudah dilakukan penyelenggara pemilu. Ada SITUNG yang mengumpukan hasil rekap dari berkas Berita Acara Rekap. Ada SIREKAP yang mengumpulkan hasil langsung dari TPS. Tetapi yang jauh lebih dibutuhkan adalah model rekapitulasi yang berteknologi.
Dahlia Umar menjelaskan tentang penggunaan teknologi informasi dalam pemilu dan pilkada 2020. Urgensi penggunaan teknologi informasi adalah untuk mempercepat proses penghitungan dan rekapitulasi suara. Dapat juga menghemat biaya serta memberikan informasi yang cepat dan mudah tentang hasil pemilu. Teknologi ini juga dapat mengurangi potensi kecurangan, karena perekapan berjenjang berpotensi mengubah hasil suara. Transparansi hasil pemilu juga memudahkan PPK dan KPU melayani komplain dan keberatan dari berbagai pihak.
Tantangan yang dihadapi dalam penggunaan IT pungut hitung di Indonesia, antara lain perangkat aturan dan desain IT yang belum disepakati secara utuh dituangkan dalam perundang-undangan. Berbeda dengan pilpres dan pilkada yang kandidatnya lebih sedikit, yang paling rumit itu pemilihan legislatif. Amat banyak dokumen yang harus di-scan atau dibaca digital. Akan banyak kesalahan hitung yang ikut terbaca dan memperpanjang proses renvoi. Apalagi kebijakan pemerintah dan DPR yang menyepakati bahwa tidak akan adanya perubahan regulasi pemilu dan pemilihan, maka ha itu akan menyebabkan tidak diakuinya hasil IT, melainkan tetap harus dengan hasil penghitungan rekapitulasi secara manual, meskipun memungkinkan dilakukan juga e-rekap.