Habis Pandemi, Terbitlah Perubahan
|
Oleh : Ai Wildani Sri Aidah,S.Pd.Ind.,S.H.,M.MPd.
Anggota Bawaslu Bandung Barat/Koordinator Divis Penindakan Pelanggaran
Saat ini penggunaan istilah khusus medis “karantina” atau super-spreader sudah mendunia secara melioratif. Begitu pula istilah “pandemi”, meskipun tanpa didahului viralnya istilah “endemi” ataupun “epidemi”. Padahal yang membedakan penggunaan istilah-istilah ini adalah persoalan penghitungan skala. Tentunya harus berdasarkan perhitungan cermat, akurat, bertahap, dan dilakukan oleh ahlinya. Misalnya, kasus pneumonia yang terjadi tahun 2019 muncul di suatu pasar Wuhan. Ini dikenali sebagai “wabah” coronavirus tipe baru. Lalu berkembang menjadi “endemi” atau “epidemi” yang menyebar di area terbatas tertentu ataukah menyebar di area geografis lain yang lebih luas. Kemudian baru ditetapkan WHO pada tanggal 12 Maret 2020 sebagai “pandemi” yang lebih cepat menjangkiti seluruh dunia. Pandemi ini adalah tingkat tertinggi untuk darurat kesehatan dunia. Tidak hanya dunia medis, tetapi juga mengguncangkan ekonomi dan politik.
Di Indonesia diberlakukan PSBB selama 14 hari, dan itupun harus memenuhi syarat dan ketentuan yang cukup ketat dari pemerintah pusat. Tanggal 10 April 2020 DKI mengawali PSBB, dan mungkin akan diperpanjang. Tanggal 15 April 2020 Jawa Barat juga melakukan PSBB di Kota Bogor, Kab.Bogor, Kota Bekasi, Kab.Bekasi dan Kota Depok. Tanggal 22 April 2020 berlaku PSBB untuk wilayah Bandung Raya yaitu Kota Bandung, Kab.Bandung, Kab.Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kab.Sumedang. Pembatasan dilakukan secara parsial di wilayah tertentu dan terbatas. Bila dianalisis atas skala kewilayahan, maka strategi treatment yang diberlakukan ini sepertinya bukan untuk “pandemi” melainkan untuk “endemi”. Namun berprasangka baik itu lebih utama, meskipun pada setiap keputusan itu ada konsekuensinya.
Keguncangan politik sudah terasa sebelum KPU RI menerbitkan SK penundaan tahapan pilkada serentak bagi 370 daerah di Indonesia. Kemudian sepersetujuan DPR RI dan pemerintah, bahkan KPU RI melakukan re-desain pemilihan lanjutan dengan menggeser waktu pemungutan suara serentak itu. Semula dijadwalkan tanggal 23 September 2020, menjadi tanggal 9 Desember 2020. Meskipun masih terus hangat diperbincangkan kemungkinan re-desain pemilihan susulan dengan upaya menggeser waktu pemungutan suara menjadi Agustus 2021. Draft naskah RUU Pemilu sudah mulai dibahas. Banyak isu krusial, di antaranya rancangan jadwal pemilu lokal di tahun 2022 dan pemilu nasional di tahun 2024. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi berkurangnya masa jabatan politik bagi Gubernur, Walikota, Bupati, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPRD Provinsi. Termasuk di dalamnya masa jabatan di Kab.Bandung Barat dan Provinsi Jawa Barat. Sedangkan kewenangan Bawaslu belum terlihat direduksi. Menurut Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat, kewenangannya masih meliputi empat aspek yaitu pencegahan, pengawasan, penindakan dan penyelesaian sengketa. Bahkan tampaknya lebih progresif pemidanaan untuk isu penindakan politik uang. Subjek hukum yang terkena pemidanaan adalah “setiap orang”.
Di dalam refleksi tahniyah Ramadhan 1441 Hijriyah ini terpentang kajian ayat Al Qur’an dan Al Hadits : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri” (QS.Ar-Rad ayat 11) ... “Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah mengetahui, dan kamu tidak mengetahui” (QS.Al Baqarah ayat 216) ... “Sesungguhnya Allah berfirman : ‘Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku” (HR.Muslim 4832, 4851 ; HR.Tirmidzi 3527 ; HR.Ahmad 7115). Berikhtiar, berprasangka baik dan berdoa itulah yang harus terus kita lakukan, demi perubahan yang lebih baik.