Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu
|
Oleh : M. Fadila Rasyid, S. AP
Staff Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu KBB
Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut sistem pemerintahan dengan asas Demokrasi yang senantiasa melaksanakan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagai manifestasi kedaulatan rakyat. Pemilihan Umum adalah memilih seorang penguasa, pejabat atau lainnya dengan jalan menuliskan nama yang dipilih dalam secarik kertas atau dengan memberikan suaranya dalam pemilihan (Abu Nashr 29 : 2004). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu merupakan adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari dua pengertian diatas kita dapat menggambarkan bagaimana euphoria rakyat dalam perhelatan demokrasi yang dilakukan setiap lima tahun sekali di Indonesia, dari mulai pemasang sepanduk dan pamphlet kampanye hingga kompetisi politik di diruang elit para pemangku kepentingan. Proses demokratisasi dan berdemokrasi dalam berbangsa dan bernegara menghadapi ujian dalam dengan pergerakan kepentingan yang sangat cepat di era digital ini.
Norma dan aturan mempunyai peranan penting guna membentuk sebuah proses yang berkeadilan untuk semuah pihak, baik itu para peserta pemilu yang memangku kepentingan, penyelenggara pemilu yang menjalankan proses pemilu, ataupun masyarakat yang secara de jure dan de facto memegang kedaulatan tertinggi untuk menentukan siapa yang akan mewakilinya di system pemerintahan selanjutnya.
Agar tidak terjadinya konflik kepentingan yang berdampak terhadap moral demokrasi masyarakat di Indonesia undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu pun mengatur mengenai ketentuan pidana yang termaktub dari pasal 488 hingga pasal 554. Namun dengan 66 pasal pidana yang ada dalam undang-undang tentang pemilu ini bukan menjadi sebuah jaminan bahwasanya proses penegakan tindak pidana pemilihan umum dapat dilaksanakan secara maksimal. Penegakan hokum terhadap pelanggaran tindak pidana pemilu dapat diibaratkan menegakan benang yang basah, hal tersebut dikarenakan banyaknya factor-faktor yang mempengaruhi dan berakibat proses penegakan hukum tindak pidana pemilu dirasa kurang tajam. Diantaranya dari segi regulasi, baik dari ketentuan pasal yang masih bisa disiasati oleh para pelanggar dengan modus operandi yang beragam, hingga perbedaan tafsir pasal yang masih multi perspektif pada setiap leading sector pelaksanan penegakan hukum pidana pemilu itu sendiri.
Seperti halnya kita ketahui penegakan hukum tindak pidana pemilu yang diamanatkan dalam undang-undang pemilu tidak hanya diberikan kepada Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara pengawas pemilihan umum, akan tetapi tindak pidana pemilu menjadi sebuah kewenangan bersama penegak hukum lain nya yang tergabung dalam sentra gakkumudu yang didalamnya melibatkan unsur kejaksaan, dan penyidik kepolisian yang ditugaskan untuk menangani tindak pidana pemilu melekat bersama Bawaslu sebagaimana dijelaskan pada pasal 486 dan pasal 487 Undang-undang nomor 7 tahun 2017.
Berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 2017 Tindak Pidana Pemilu diartikan sebagai tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. Yakni dari pasal 488 hingga pasal 554 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Dari 66 pasal yang menjadi ketentuan pidana dapat dilihat hanya sebagian pasal saja yang menjadi trend pelanggaran atau pelanggaran tindak pidana pemilu yang sering terjadi pada pemilihan umum khusunya pada tahapan kampanye, Kampanye Pemilu dilakukan dengan prinsip pembelajaran bersama dan bertanggungjawab (Rozali 168 : 2009). seperti iklan kampanye di luar jadwal lewat media massa, kampanye menggunakan fasilitas negara, dan pelanggaran oleh penyelenggara pemilu.
Namun dugaan pelanggaran tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai pelanggaran tindak pidana pemilu dengan mudah karena Sentra Gakkumdupun dalam pelaksanaan nya mengacu pada Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai standar operasional prosedur pengakan hokum tindak pidana pemilu yang diatur dalam pasal 477 undang-undang nomor tahun 2017 tentang pemilu. Sehingga dalam proses penanganan dugaan tindak pidana pemilihan umum bawaslu bersama kejaksaan, dan penyidik kepolisian yang tergabung dalam sentra gakkumdu menganut asas praduga tak bersalah.
Salah satu faktor hambatan yang sering terjadi dalam proses penanganan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu adalah ketersediaan alat bukti yang diupayakan selama 14 hari masa penyelidikan dan kajian seringkali belum cukup meyakinkan untuk ditingkatkan pada tahap penyidikan, salah satu contohnya adalah informasi digital yang beredar luas di media social dengan baik itu berupa status, foto, ataupun rekaman video, dugaan pelanggaran tersebut cukup sulit diyakini sebagai pelanggaran tindak pidana pemilu, mengingat rekaman video, ataupun informasi digital tidak dinyakan sebagai alat bukti sah dalam pasal 184 undang-undang nomor 8 tahun 1981.
Meskipun adanya faktor-faktor yang dapat memberikan hambatan dalam penegakan hukum tindak pidana pemilu bukan berarti masyarakat dan para oknum pelanggar dalam momentum pemilihan umum dapat mengekspresikan euphoria demokrasi secara bebas tanpa memperhatikan norma-norma hukum yang ada dikarenakan hal proses penegakan hukum akan senantiasa dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana asas hukum yang berprinsip pada Asas persamaan kedudukan di dalam hukum (equality before the law) yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, sehingga setiap dugaan pelanggaran yang terjadi tentunya mempunyai konsekuensi hukum dan akan ditindaklanjuti dengan cara seadil-adilnya.
Daftar Pustaka
- Muhammad Al-Iman, Abu Nashr; Membongkar Dosa-dosa Pemilu, Prisma Media, Jakarta, 2004,
- Abdullah, Rozali, S.H. Prof. H. Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009,
- Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
- Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- Peraturan Bawaslu Nomor 7 tahun 2018 Tentang Penanganan Temuan Dan Laporan Pemilihan Umum
- Peraturan Bawaslu Nomor 31 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu