Lompat ke isi utama

Berita

REFLEKSI PP BERSAMA SULTAN CIREBON

Bawaslu Kota Cirebon menyajikan kemasan acara webinar bertajuk SULTAN (Diskusi Lintas Kepemiluan) “REFLEKSI PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU/PEMILIHAN” pada hari Jumat 16 September 2021 mulai pukul 09.00 di ruang zoom. Menghadirkan Sutarno,SH. (Kordiv.PP Bawaslu Jawa Barat) sebagai keynote-speaker, Dr.Didin Rahmat,SH.MH. (Lektor Kepala FH Univ.Kuningan), dan Akbarudin Sucipto, S.Sos. Webinar dibuka oleh Mohamad Joharudin,S.Pd.M.Pd. selaku Ketua Bawaslu Kota Cirebon dan Supriyan,SH. selaku pemantik diskusi. Sedangkan Ai Wildani Sri Aidah.SH.SPd.Ind.M.MPd. (Kordiv.PP Bawaslu Kab.Bandung Barat) hadir sebagai salah satu dari 67 partisipan SULTAN tersebut.

Sutarno, SH. memaparkan data penanganan pelanggaran di Povinsi Jawa Barat pada pemilu 2019 dan pemilihan 2020. Terdapat komparasi mekanisme yang berlaku dalam pemilu dan pemilihan. Terdapat beberapa potensi permasalahan pemilu 2024. Di antaranya pandemi covid-19 yang masih mungkin terjadi sepanjang tahapan berlangsung.

Adanya pernedaan pengaturan penegakan hukum antara pemilu dan pemilihan. Ha ini akan membingungkan bagi pencari keadilan. Permasalahan berikutnya adalah beban kerja penyelenggara pemilu yang tinggi, khususnya penyelenggara pemilu di tingkat TPS. Hal ini berdampak pada keengganan masyarakat menjadi penyelenggara pemilu. Permasalahan berikutnya adalah para pemilih yang kesulitan melaksanakan hak pilihnya, karena banyaknya surat suara. Adanya irisan tahapan penyelenggaraan yang akan berjalan bersamaan antara pemilu dan pemilihan.

Hal ini menyebabkan kurang fokus konsentrasi penyelenggara pemilu, dan hasil administrasi yang kurang cermat akurat. Potensi pemutakhiran data pemilh yang tidak efektif karena waktunya dua pemilihan tersebut berdekatan dan beriirisan. Potensi permasalahan berikutnya adalah pengaturan dan rekrutmen panitia adhoc .

Apakah panitia adhoc pemilu itu sama dengan panitia adhoc pemilihan ? Jika tidak, maka akan diperlukan waktu dan anggaran untuk melakukan rekrutmen yang berbeda. Padahal untuk penyelenggara pemilu permanen, KPU sudah mengajukan perpanjangan masa jabatan. Sedangkan DPR RI menyampaikan opsi evaluasi bagi personalia panitia adhoc yang masih dianggap berkinerja baik.

Dr.Didin Rahmat,SH.MH. (Lektor Kepala FH Univ.Kuningan) memaparkan tentang penanganan pelanggaran pemilu/pemilihan dalam perspektif hukum pidana. Dalam proses penanganan tindak pidana pemilu (meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaaan) tetap mengacu pada pasal 477 UU no.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Diatur kewenangan polisi yaitu menangkap, menahan, menyita, menggeledah dan meeriksa. Kewenangan jaksa adalah pra-penuntutan, dan membuat surat dakwaan penuntutan. Kewenangan hakim itu menerima perkara, meneriksa, dan memutus. Kewenangan advokat adalah membela hak-hak hukum klien. SPPP itu melibatkan Bawaslu, Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat.

Semuanya harus mengikuti teori hukum pembuktian. Baik itu teori pembuktian, alat bukti, barang bukti, dan kekuatan pembuktian. Alat bukti adalah sebagaimana pasal 184 KUHAP itu berupa saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan pihak terkait. Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah banding, memori banding, atau kontra banding. Serta diakhiri dengan upaya eksekusi.

Hal-hal ini akan lebih signifikan jika dalam regulasi terdapat kejelasan aturan materil TPP, aturan formil TPP, ruang upaya hukum yang dibatasi, penerapan penyertaan dan gabungan TPP, serta aturan-aturan daluarsa. Dalam hal kelembagaan diperlukan sinergitas kesamaan paham di antara unsur-unsur Gakkumdu, para SDM SPPP, sarana prasarana yang memadai, dan jangan ada tebang pilih penanganan pelanggaran.

Yang paling penting adalah rekomendasi bahwa perlu adanya sertifikasi keahlian TPP bagi komisioner Bawaslu yang menangani pelanggaran. Hal itu diperlukan untuk menangani money-politic, trading influence, Tindak pidana korporasi dan korupsi, serta naik turunnya kesadaran hukum penanganan pelanggaran dan pelaku pidana pemilu.

Tag
Publikasi