WEBINAR NASIONAL SATU DATA INDONESIA : DATA INTEGRITY, INCLUSIVE and GOVERNANCE
|
Entah terkait atau tidak dengan essay yang diikut-sertakan Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kab.Bandung Barat dalam HUT ke-8 Bawaslu Provinsi Jawa Barat (berjudul : Benang Kusut Data Pemilih), hari ini Ai Wildani Sri Aidah, SH.SPd.Ind.M.MPd. mendapat undangan webinar tentang pengelolaan data kekinian.
Di dalam essay tersebut, Ai Wildani memaparkan bahwa selama empat puluh sembilan tahun, dari tahun 1955-2004, daftar pemilih disusun secara periodik (periodic list) yaitu daftar pemilih disusun hanya pada awal tahapan pemilu berlangsung dan berakhir di akhir pemilu selesai. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 2005-2015, daftar pemilih disusun berdasarkan data kependudukan (civil registry list). Namun pada perkembangan selanjutnya sampai sekarang, daftar pemilih dimutakhirkan secara berkelanjutan (continuous list).
Data yang tersimpan itu diperbaharui secara progresif menjadi DPB (data pemilih berkelanjutan) di setiap bulan oleh KPU Kabupaten/Kota, setiap tiga bulan oleh KPU Provinsi, dan setiap enam bulan oleh KPU RI. Langkah progresif yang bisa saja menghasilkan data akurat yang tidak perlu lagi adanya pencocokan dan penelitian (coklit) pada saat tahapan berlangsung, tetapi kenyataannya tidak semudah itu.
Ada tiga kendala yang dihadapi dalam proses pemutakhiran data berkelanjutan. Yaitu tidak jelasnya sumber data yang , serta rentang waktu pembaharuan yang berbeda antara KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU RI, bahkan dengan Disdukcapil sebagai mitra utama data primer pemilih. Kendala ketiga adalah transparasi data by name. Disdukcapil hanya membuka kesempatan sanding data dengan KPU Kabupaten/Kota. Itupun harus menunggu arahan Kemendagri tentang komponen data apa saja yang bisa disandingkan. Akibatnya Bawaslu Kabupaten/Kota pun tidak dapat mengawasi akurasi daftar pemilih by name sebagaimana Surat Bawaslu RI no.13 tahun 2021 tgl.30 Maret 2021.Sedangkan kendala terbesar adalah penyandingan data itu sendiri.
Ketika DP4 disandingkan dengan DPB maka data akan tercampur kembali sehingga perlu coklit berkali-kali. Tanpa sanding data pemilih by name, maka pencermatan dan pengawasan hanya berkisar pada analisis angka-angka agregat. Namun upaya identifikasi potensi pelanggaran adimistrasi tetap harus dilakukan. Misalnya dengan mengukur akurasi data yang disajikan dalam BA-DPB. Bisa saja dengan membandingkan proyeksi laju pertumbuhan penduduk. Dengan menggunakan metode proyeksi tersebut maka DPB Kab.Bandung Barat pada pertengahan Juni 2021 terdapat kekurangan pencatatan antara 6.762 sampai dengan 16.181 data pemilih. Webinar tentang Satu Data Indonesia , yang merupakan upaya pemerintah dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas tata kelola data pemerintah.
Kebijakan ini bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan data bagi negara dan masyarakat. Satu Data Indonesia (SDI) adalah platform data terpadu pemerintah dan masyarakat sipil. Melalui SDI, pemerintah dapat mengumpulkan data satu pintu yang akurat, terpadu dan mudah diakses 271.349.889 jiwa penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Webinar dilaksanakan 2 hari yaitu tanggal 6 dan 8 Juli 2021. Webinar hari pertama bertema : DATA INTEGRITY, INCLUSIVE AND GOVERNANCE. Sedangkan hari kedua bertema : DIGITAL GOVERNMENT (E-GOVERMENT) SERVICE for ECONOMY RECOVERY. Dibuka oleh Jendral Polisi (Purn) Dr.Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri RI) dan Dr.Ir.H.Suharso Monoarfa (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional RI) , dan dilanjutkan pemaparan Prof.Dr.Zudan Arif Fakrulloh, SH.MH. (Dirjen Dukcapil Kemendagi RI). Para pembicaranya keren-keren yaitu Dr.Rudi Rusdiah (Chairman ABDI), Helen Chua (Senior Sales Director NEC Asia Pacific Pte.Ltd) , Dr.Indra Utoyo (Director of Technology Information & Operation BRI), Jacky Chen (CEO Huwaei Indonesia), Armand Hartono (Vice President Director PT BCA Tbk) , Triyono Gani,SE.MBA. (Kepala Grup Inovasi Keuangan OJK) , Iqbal Rustandi (Executive Solution Architect Huawei Indonesia), Dr.Hary Budiarto,M.Kom. (Kepala Badan Litbang SDM Kominfo RI) , Febby Sallyanto (Chief Enterprise & SME Officer PT XL Axiata) , Danar Widyantoro, M.Si. (EVP Enterprise Data Management BRI). Sedangkan Heru Sutandi, MSc.Ph.D. (Executive of Director of Indonesia ICT Institute) sebagai moderator.
Berikut ini sekilas catatan penting tentang Satu Data Indonesia. Bahwa ternyata di dalam situasi pandemi, analisis dskriptif saja tidak cukup. Perlu adanya analisis yang mendiagnosis masalah yang ada. Di tingkatan yang lebih tinggi lagi, analisis bisa menghasilkan prediksi penyelesaian masalah (presciptive analysis). S
etahun dirintisnya “Satu Data Indonesia” penting adanya keterbukaan dari berbagai elemen, baik dari pemerintah maupun masyarakat sehingga mendapatkan solusi kolaboratif dalam pembangunan negeri ini. Terutama di masa pandemi. Ada empat prinsip “Satu Data Indonesia” yaitu : standar data (berupa metodologi, konsep, definisi, cakupan, klasifikasi, ukuran, dan satuan), meta data (berupa informasi terstruktur yang berfungsi untuk menjelaskan isi dan suber data), interoperabilitas (berupa kemampuan data untuk di-bagi-pakai-kan) , serta kode referensi (berupa data yang dihasilkan hasrus menggunakan kode referensi dan data induk yang tersedia di portal data). Progress “Satu Data Indonesia” setahun ini cukup pesat. Portal SDI telah terhubung dengan 43 portal data instansi, dengan 41.708 data set dan 58.115 berkas. Namun masih banyak aplikasi data yang masih ego-sektoral dan berdiri sendiri-sendiri, sehingga integrasi menjadi “Satu Peta” dan “Satu Data Geopasial” sebagaimana Undang-Undang no.4 tahun 2011, Perpres no.27 tahun 2014 dan Perpres nomor 39 tahun 2019 masih terkendala.
Menurut Dr.Hary Budiarto,M.Kom. (Kepala Badan Litbang SDM Kominfo RI) untuk ekosistem “Satu Data Indonesia” diperlukan adanya regulasi digital, literasi digital, talenta digital, serta pelatihan-pelatihan pengelolaan big-data-Indonesia. (Rifa/DivPP Bawaslu KBB)