Lompat ke isi utama

Berita

Rahmat Bagja: Perlindungan Hak Pilih Jadi Syarat Pemilu Adil

KPPDEM

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyampaikan arahan dalam Diskusi Publik KPPDEM bertajuk “Menegakkan HAM dalam Pemilu dan Pemilihan” di Media Center KPU, Jakarta (19/11/2025). Dok: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu RI

Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum - Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menegaskan bahwa pemilu yang berkualitas hanya dapat terwujud apabila hak asasi manusia (HAM) dijaga dalam setiap tahapan penyelenggaraan. Ia menekankan perlindungan hak memilih dan hak untuk dipilih sebagai prasyarat utama tercapainya pemilu yang adil dan demokratis.

Arahannya tersebut disampaikan dalam Diskusi Publik Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPDEM) bertajuk “Menegakkan HAM dalam Pemilu dan Pemilihan” yang berlangsung di Media Center KPU, Jakarta, Rabu (19/11/2025). Bagja mengingatkan bahwa persoalan HAM dalam pemilu dapat muncul di semua tahapan apabila tidak diantisipasi secara serius.

Menurutnya, hak memilih bukan sebuah kewajiban, tetapi bagian dari tanggung jawab warga demokratis untuk menentukan arah bangsa. Namun, berbagai kerentanan dapat menyebabkan sebagian masyarakat kehilangan hak politiknya jika aspek HAM tidak menjadi perhatian utama.

“Tugas kita memastikan tidak ada warga yang kehilangan hak pilih hanya karena kelemahan sistem atau proses,” ujar Bagja.

Ia merinci bahwa kerawanan pelanggaran HAM dapat terjadi mulai dari penyusunan daftar pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, hingga rekapitulasi hasil. Pada tahapan kampanye, disinformasi, tekanan politik, politik uang, dan ketimpangan akses ruang kampanye disebut menjadi ancaman serius terhadap kebebasan pemilih.

“Pemilih harus mendapat jaminan suara mereka dihitung secara benar dari TPS hingga penetapan akhir,” tegasnya.

Bagja juga menyampaikan evaluasi pengawasan penyelenggaraan Pemilu 2024. Temuan mencakup keterbatasan akses data pemilih akibat kebijakan perlindungan data, tantangan pembuktian dokumen, potensi ketidakakuratan data kependudukan, serta permasalahan pencocokan data oleh pantarlih. Persoalan serupa juga terjadi pada pemutakhiran data pemilih di lokasi khusus, pencatatan pemilih disabilitas, dan ketidaksinkronan antara Sidalih dan layanan daring pengecekan DPT.

Untuk memperkuat perlindungan hak pilih, Bagja menekankan pentingnya tindakan preventif dan responsif melalui pengawasan melekat, uji petik, penelusuran lapangan, posko aduan hak pilih, serta peningkatan peran masyarakat dalam pengawasan partisipatif. Ia menilai koordinasi lintas pemangku kepentingan menjadi langkah krusial untuk memastikan hak warga tetap terjamin.

Selain hak memilih, Bagja menyoroti pentingnya perlindungan terhadap hak untuk dipilih melalui mekanisme penyelesaian sengketa. Tantangan seperti gangguan aplikasi pencalonan, pemenuhan persyaratan calon, hingga dualisme kepengurusan partai disebut membutuhkan penanganan profesional dan adil.

“Setiap calon memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dalam proses pencalonan,” tuturnya.

Di akhir sesi, Bagja menegaskan bahwa pengawasan pemilu merupakan mekanisme perlindungan HAM bagi seluruh warga negara, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon. Ia menegaskan bahwa tata kelola pemilu yang menjaga HAM akan memperkuat penyelenggaraan pemilu yang jujur, terbuka, serta menjunjung tinggi martabat bangsa.